Jumat, 31 Desember 2010

Globalisasi, Nasionalisme & Profesionalisme


Apa yang anda rasakan saat Timnas Garuda berhasil membabat habis lawan-lawannya di babak awal dan semifinal Piala "Suzuki" AFF di penghujung akhir tahun 2010 yang lalu? Bagaimana berbunga-bunga hati kita setelah Timnas Garuda berhasil menyingkirkan lawan kuat Malaysia (5-1), Laos (6-0) dan Thailand (2-1); dan selanjutnya menghajar Philipina di babak semifinal dua kali berturut-turut dengan skor 1-0? Berangkat dari kemenangan demi kemenangan yang selama ini jarang sekali dirasakan oleh Timnas Indonesia; bukan saja membanggakan, tetapi sekaligus membangkitkan sebuah harapan besar bagi sebuah bangsa yang selama ini seringkali dicibir, dianggap sepele dan dilecehkan oleh negara tetangga dekatnya untuk merasakan nikmatnya arti kemenangan.



Orang tidak mau peduli siapa dan berke-"bangsa/warganegara"-an apa arsitek dibalik kemenangan yang dicapai itu. Apakah sang pelatih asing Alfred Riedl yang berasal Austria; ataukah striker pencetak gol kemenangan seperti Christian Gonzales yang "mantan" warga Uruguay dan juga Irfan Bachdim yang ex WNA. Asal-usul tidak lagi penting, karena yang lebih penting mereka telah menunjukkan kerja keras ... berdarah-darah ... demi sang Merah-Putih. Proses naturalisasi telah menjadikan seorang Gonzales maupun Bachdim terseret mengikuti arus globalisasi. Begitu juga profesionalisme telah membawa mereka harus menggeser dan merubah paradigma nasionalisme yang sebelumnya mereka ikuti dan pahami menjadi sebuah nasionalisme "baru"; yaitu nasionalisme global yang mengacu profesionalisme.


Kalah begitu apakah yang dimaksudkan dengan nasionalisme itu? Begitu juga apa kaitannya dengan profesionalisme? Apakah yang telah dilakukan oleh pelatih Alfred Riedel, Christian Gonzales atau Irfan Bachdim lebih merupakan bentuk ekspresi dari nasionalisme ataukah profesionalisme. Mari kita diskusikan lebih lanjut dengan menyamakan persepsi kita terlebih dahulu mengenai nasionalisme dan/atau profesionalisme.

Nasionalisme tidak lain adalah sebuah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara- kebangsaan. Sebuah paham yang menyatakan bahwa rasa kebangsaan --- entah atas dasar persamaan nasib, entah atas dasar persamaan wilayah --- dilihat sebagai perasaan utama dan cenderung dipakai untuk prinsip hidup secara personal ataupun secara publik. Nasionalisme sangat berkaitan erat dengan patriotisme (patria = tanah air) yang merupakan prinsip moral dan politik yang mengandung kecintaan pada tanah air, kebanggaan emosional terhadap sejarah dan ketersediaan diri untuk membela kepentingan-kepentingan bangsa. Nasionalisme juga merupakan paham yang meyakini kebenaran pikiran bahwa setiap bangsa itu --- demi kejayaannya --- seharusnya bersatu bulat dalam satu kehidupan negara. Dari nasionalisme inilah lahirnya ide dan usaha perjuangan untuk merealisasikan apa yang kemudian disebut sebagai “negara bangsa”.

Selanjutnya yang dimaksudkan dengan profesionalisme adalah sebuah paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan --- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut --- untuk dan dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan. Sedangkan profesional (sikap) adalah seseorang yang melakukan sebuah pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan tersebut. Seorang profesional akan melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh untuk melampiaskan dan merefleksikan semangat/idealisme demi kebanggaannya akan profesi yang dimilikinya.


Berdasarkan pengertian dan pemahaman diatas, tak pelak lagi Alfred Riedel adalah seorang (pelatih) profesional. Tanpa harus merubah kewarganegaraan maupun menggeser nasionalisme terhadap negara (Austria)asalnya, Riedel telah menunjukkan prestasi yang luar biasa untuk Timnas Garuda yang dilatihnya. Riedel pula yang telah mengajarkan kepada kita semua --- pengurus PSSI, elite politik, pejabat pemerintah sekelas menteri, sampai ke suporter pendukung sekelas bonek --- bagaimana seharusnya bersikap profesional; membangkitkan dan merekonstruksi kembali rasa kebanggaan nasional yang semakin memudar. Apa yang telah dilakukan oleh Riedel, dalam konteks yang hampir sama juga ditunjukan oleh seorang Ang Jung-khwan --- striker Tim Nasional Korea Selatan --- pada semifinal Piala Dunia tahun 2002. Meskipun dalam kesehariannya Ang Jung-khwan bermain dalam club sepakbola Perugia; tetapi sikap profesional yang dimiliki tidaklah menghalangi nasionalisme didalam membela negaranya --- Timnas Korea Selatan --- untuk menyingkirkan Timnas Italia di babak semifinal Piala Dunia 2002.


Tidak ada seorangpun yang meragukan profesionalisme seorang Christian Gonzales maupun Irfan Bachdim; dan sayapun yakin seyakin-yakinnya kalau keduanya juga bersungguh-sungguh didalam membela Timnas Garuda dalam turnamen Piala AFF kemarin. Gonzales dan Bachdim tampak selalu konsisten dan bersemangat mengenakan kostum nasional dengan lambang garuda, serta menyanyikan Indonesia Raya dengan fasihnya di setiap awal pertandingan mau dimulai. Tidak kalah dengan semangat juang pantang menyerah yang telah ditunjukkan oleh pemain nasional --- non-naturalisasi --- seperti Firman Utina, Bustomi, Markus Horizon, Bambang Pamungkas, dll. Begitu pula kemauan mereka secara sadar untuk mengganti paspor kewarganegaraan serta merubah orientasi nasionalisme sungguh sangat patut diapresiasi dan dihargai.


Mendengar keputusan PSSI yang akan mencoret Irfan Bachdim dari Timnas Indonesia, gara-gara Firman yang masih terikat kontrak dengan Persema dimana tahun 2011 ini akan bermain di Liga Primer Indonesia (LPI), bukannya Liga Super Indonesia (LSI); maka pertanyaan yang terus mengganjal di benak kita adalah siapa sebenarnya yang kurang memahami arti profesional, profesionalisme dan/atau nasionalisme ini? Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar